Rasa itu ada disini, buncah, hilang, terbang, mengembang,
sesak, timbul, merekah, gaduh, lebur, menyempit memenuhi rongga-rongga semu,
menelusuri pori-pori maya…… dan akhirnya sama, tidak mengerti tentang rasa itu…
Sampai sekarang perasaan kaget itu tidak terdefinisi,
pertama kalinya hadir dalam 19 tahun hidup ku, dan kau lah penyebabnya.
Pertama kalinya tangis itu pecah lepas dan kosong untuk beberapa
saat, mengingat kekuasaan Pencipta kita, menyebutNya, menenangkan jiwa,
mengajak logika berkompromi bahwa meski saat ini jarak tempuh nangor-lubuk
basung tidak lagi berlaku bagimu, tapi masih bagiku. Kuharap kau mau menunggu
esok hari saat matahari naik sepenggalah. Aku akan datang…..
Kau tahu penantian esok tak menenangkan ku sama sekali,
berkali-kali perasaan itu terhempas dan kebas.
JanjiNya bahwa akhir itu lebih baik dari permulaan. Bahwa
hanya Dia yang memiliki rencana paling sempurna, dan rencanaNya lah yang
terbaik. Bahwa dunia tidak menjanjikan kehidupan terbaik jika kau terlena, Dia
lah yang Maha Mengetahui. Aku percaya
itu, aku pegang teguh.
Burung besi itu membawaku mendekatimu, pikiranku antara
kosong dan bingung. Benda beroda empat itu bergetar hebat berpacu secepatnya
dengan jarum waktu.
Benda komunikasi yang berhasil mengalahkan jarak bergetar
sering ditanganku. Apa peduliku? Sinyal ku sibuk… sedang berusaha menghubungi
melalui satu-satunya jalur komunikasi yang tersedia mulai saat ini antara kita.
Melalui Allah, rabb sekalian alam, penguasa tunggal duniaku dan duniamu. Aku
ingin bertanya padaNya, tentang keadaan mu? Apakah kau sudah nyaman di sisinya?
Aku ingin tahu apa pendapatmu tentang dunia yang pernah kau lalui? Sibuk
bertanya seberapa sayang Yang Maha Penyayang itu padamu, sehingga dia
mengambilmu kembali begitu cepat, tak tega meninggalkanmu dalam dunia yang maya
ini begitu lama. Ingin bertanya apakah kau mendengar yassin dan as- sajaddah
yang kukirimkan, alfatihah yang kulantunkan lirih? Atau jangan-jangan kau sibuk
menertawai makhraj dan tajwidku yang berantakan?
Persis ketika matahari naik sepenggalah aku menapakkan kaki
dengan terburu-buru, bahkan sebelum mobil benar-benar terparkir sempurna. Dek,
halaman rumah tempat kita bermain dari kecil dipenuhi lautan manusia.
Kebanyakan mereka kuyakin adalah teman-temanmu, sebab mereka berseragam
abu-abu. Ah, bukankah sekarang tahun terakhimu mengenakan seragam abu-abu.
Seragam yang kau kenakan saat kejadian naas itu, seragam yang menyerap merah
darahmu dengan sempurna.
Ah bukan itu yang aku pikirkan saat itu, tergesa dan kosong,
menggigil menahan dentuman aneh yang menyesak dibalik rusuk. Kaki itu tak lemah
sedikitpun tapi anehnya seperti tak menapak, melayang, mengambang.
Dek… ditengah lautan orang-orang, ada kau, ah aku belum
melihat wajahmu saat itu. Tapi aku yakin kaulah yang tertidur tenang dibalik
kain putih itu. Ayah, ummi duduk bersampingan di bagian kakimu. Wajah mereka
sedih, terluka dan kehilangan.
Kakak menghambur ke depan mereka,Dan, menciumi tangan ayah,
menahan tangis, mengulas senyum, memeluk ayah, memeluk ummi, gemetar, tersenyum.
Setelah itu baru giliranmu, untuk pertemuan jasad kita untuk
yang terakhir kalinya di dunia. Kain putih yang menutupi wajahmu disingkap.
Disana ada wajahmu pucat, kaku, diam, tak bergerak. Ada luka lecet di bibir mu
yang membiru, dan mata kanan. Tidurmu kali ini berbeda dengan tidurmu yang
sebelumnya, kau terlihat….tak hidup……
Dek, kakak mengusap wajahmu, sungguh berbeda dengan apa yang
telah tersimpan dalam memori. Tak seperti biasa, asing. Wajahmu kaku sudah,
dingin…benar-benar…kaku. Kubisikkan padamu pertanyaan. ‘apakah kau sudah
bertemu Tuhanmu?’ ‘bagaimana keadaan disana?’ ‘apakah kau tenang disisiNya?’
‘wahai jiwa yang
tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya. Maka
masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu. Dan masuklah kedalam syurgaKu*!’.
Kuharap itu panggilan untukmu dek. Kalau harapanku benar adanya, kumohon
carikan tempat yang cocok untukku disana, tunggu kakak disana.
Saat itu pikiranku simpang siur tiba-tiba, jiwaku merapuh.
Perasaanku mengacaukan logika-logika bahwa, rencana Allah lebih baik. Tapi kau
begini berbaring di depanku. Apa artinya itu? Kau tak lagi hidup? Kau tak lagi
kasat mata? Apakah itu benar? tidak akan ada lagi Wildan adikku yang sering
tersenyum nakal, yang selalu mau berbagi, tidak ada lagi wildan yang usil, yang
lembut hatinya. Yang selalu mau memboncengi kakaknya kemanapun dengan sepeda motor
kesayangannya. Yang sangat suka biscuit dan roti tawar. Yang selalu heboh
bertanya kakaknya mau hadiah apa, tapi sang kakak tak kunjung mau menjawab. Yang
pernah mengatakan ingin jadi pemain bola, pengusaha terkenal sekaligus menjadi
presiden. Yang memarahi kakaknya yang jalannya gak nyantai. Yang paling suka
main badminton. Yang paling suka kalau kakaknya berdiri di belakangnya ketika
dia main soccer di komputer (game yang yaya paling gak ngerti). Orang yang
pertama kali ngajarin kakak megang stir, menginjak gas, rem (hey…kakak masih
belum bisa nyetir). Yang paling sebel kalau kakaknya melet, dan heboh sendiri.
yang paling malas ngambil nasi sendiri. yang paling sayang sama adik-adik
sepupunya. Yang paling suka menasehatin orang lain. Yang paling suka kalau
kakaknya pulang karena bakalan banyak makanan. Yang tidak suka kalau dibeliin
pakaian mahal. Yang gak banyak pengennya, sampai-sampai ayah ummi gatal pengen
beliin sesuatu. Yang kalau mau sesuatu dia gak pernah mau memberatkan ayah dan
ummi. Yang paling suka baca novel, buku cerita, sirah nabawiyah, komik, koran….
Dan yang..yang..yang lainnnya..
Maaf kalau air mata kakak mengalir hanya karena mengenang
hal itu, hanya karena mengingat kau tak akan muncul lagi di masa depan dalam
kehidupan dunia. maaf dan, itu mungkin hanya keegoisan kakak. Mungkin hati
kecil kakak berharap agar wildan selalu ada di dunia ini. Wildan yang Selalu berusaha
menjadi seorang saudara laki-laki, bukan sebagai adik. karena menurutmu wildan
adalah seorang anak laki-laki, Yang selalu berusaha melindungi kakaknya,
menjaga kakaknya…
Dan… sejak 2 tahun terakhir akhirnya kakak mengakui untuk
pertama kali, wildan udah gede. Bukan adik kecil kakak lagi yang pasrah kalau
rambutnya diacak-acak. Dua tahun terakhir wildan adalah saudara laki-laki kakak
yang udah dewasa. Yang udah bisa diajak ngomong, bukan hanya hanya main..
Dan….., saat ini kakak sempat iri pada wildan, untuk pertama
kalinya sejak wildan dilahirkan…
Dan….., kakak iri karena ternyata Allah lebih sayang pada
Wildan, menjauhkan Wildan dari dunia yang penuh godaan, cobaan. Mengambil Wildan
disaat orang-orang benar-benar menyayangi Wildan. dan semoga mengabulkan do’a
ayah dan ummi saat memberi nama wildan. semoga wildan sudah menjadi pemuda yang
selalu muda di syurga, di kediaman Allah SWT.
Maaf kalau kakak
tidak lagi bisa membantu banyak, mungkin hanya do’a dek…. Mungkin juga itu yang
paling dan butuhkan saat ini. Jangan lupa, kakak tag tempat di syurga ya, Dan..
Karena kau lahir dengan senyumku, karena itulah aku ingin
melepasmu dengan senyumku, dari kakakmu untuk pemuda syorga yang selalu muda
dalam keabadian…
wildan SMP |
wildan ramadhan 2 tahun lalu |
wildan dengan 2 dengan 2 sepupunya |
always the way he is |
dengan senyum nakalnya |
wildan saudara laki-laki yaya |
pemuda sorga |
Add caption |
his smile.... |
tepat 1 tahun sebelum wildan menuju penciptanya (found this in his friend blog's) |
his last message to me |
in his birthday |
status fb wildan (found it in his friend blog's) |
0 komentar:
Posting Komentar