_bongkar-bongkar slide buat uts malah nemu ini_
Abis browsing bahan BHP tentang malnutrisi terhadap elderly.
Sesuatu yang sudah lama nempel di pikiran ya namun belum sempat tertulis karena
ada hal lain yang sangat urgent harus ditulis yang tak lain dan bukan adalah
skr**si. Tapi tugas BHP ini bener2 bikin flashback itu “pop out” dengan kuat.
Tak lain tak bukan tentang salah satu wanita perkasa yang ya
kenal, seorang srikandi dan srikandi itu adalah wanita tua yang berumur lebih
dari 77 tahun. Ya… Srikandi itu Nenek.
Nenek tabiang begitu beberapa kerabat memanggil beliau,
tabiang dalam bahasa Minang berarti tebing, rumah nenek memang terletak agak
tinggi, ya seperti di tepi tebing gitu deh. Nenek, dalam ingatan ya adalah
seseorang yang ummi panggi l dengan panggilan ‘amak’. Dalam memori masa kecil,
nenek adalah tempat paling senang dikunjungi untuk sekadar meminta cemilan atau
es. Nenek sejak dulu berjualan di depan rumahnya yang terletak berdampingan
dengan SMP. Nenek menjual berbagai macam makanan snack, alat tulis, dan es
tentunya hal yang sangat disenangi anak-anak. Ya suka sekali minta es yang
dibikin nenek, dan kemudian dimakan diam2 di pekarangan SMP agar tidak ketahuan
ummi, dan akhirnya tetap ketahuan karena Wildan adik ya, malamnya langsung flu
dan dengan polosnya dia menjawab kalau tadi diajak kakaknya makan es, padahal
udah diwanta wanti makan es kali ini adalah rahasia kita berdua dan nenek.
Nenek sangat suka menggelitik cucu2nya dengan menciumi
bertubi2 di leher. Itu bukan main gelinya saudara2, sampai sekarang ya
merinding mengingat rasa geli itu, dan terekam jelas di benak ya bagaimana
senangnya nenek melihat kami kegelian, dan tangan beliau yang sudah keriput
sejak saya kecil akan mengelus2 rambut cucunya yang takut akan diciumi lagi.
Dengan tangannya yang keriput itu nenek juga suka bercanda mengatakan bahwa
ukuran wajah ya saat itu (hingga saat ini) hanya selebar telapak tangan nenek.
Nenek di usianya yang udah nenek2 ketika ya SD tidak pernah
lupa hari ulang tahun ya. setiap hari
ulang tahun ya yang entah kenapa tiap tahunnya selalu ketika libur kenaikan
kelas, nenek selalu datang dengan
pakaian khasnya menjinjing kresek hitam besar berisi hadiah ulang tahun yang
berasal dari dagangannya. Ada buku dan alat tulis lengkap yang jumlahnya selalu
bersisa setengah setelah dipakai selama setahun, ada berbungkus2 snack, plus
ciuman yang menggelitik itu.
Dimana letak srikandinya? Nenek memang seorang srikandi di
mata Yaya.
Berkunjung ke rumah nenek, berarti menambah jumlah
neurotransmitter yang akan menyimpan sebentuk sejarah yang dibagi kan oleh
nenek dengan suara nenek2nya. Kesempatan libur UAS kemaren yang hanya
diberi 1 minggu oleh fakultas ya putuskan untuk pulang. Dengan waktu yang
sempit Ummi sudah wanta-wanti agar ya gak kemana2 seperti liburan sebelumnya.
Ya gimana gak mau kemana2, teman2 ya kebanyakan tidak ada di kampung, karena
kebetulan ya sekolah di lokasi yang agak jauh dari rumah sejak SMP.
Intinya liburan kali ini ya gak boleh kemana2 dan gak boleh
kembali jadi kepala suku para bocah2 sepupu yang lusinan dirumah. Pulang
terakhir, butuh waktu satu minggu untuk membujuk mereka agar tidak tidur di
kamar yaya. Tapi mereka dengan tampang sok bijaknya berkata ‘gak papa kak, kita
mau tidur sama kakak sampai musim liburan selesai. Yang masih ngompol udah bawa
popok kok’ katanya sambil mengacungkan popok untuk balita yang baru saja dibeli
dengan bangga. Alhasil, untuk beberapa malam ya harus berkali2 terjaga karena
di tendang dari sisi kiri dan dijadikan guling dari sisi kanan, dilanjutkan
dengan mendorong mereka jauh2 dan kemudian mereka akan kembali lagi dalam
posisi sebelumnya dalam waktu beberapa menit. Atau terpaksa harus mematikan TV
lebih cepat, karena mereka dengan sok nya berkata. ‘gak papa kak, kita biasanya
jam 12 masih bisa bangun kok”, sambil memperbaiki guling dan bantal dan bergaya
menikmati bioskop transTV yang ya nonton, yang mereka sebenarnya belum mengerti
ceritanya. Ya gak mungkin lah ya percaya, orang dianya udah sipit gitu gara2
ngantuk, ditambah lagi, sepupu yang lebih kecil baru aja tidur. Gak mungkin lah
ya tetep nonton akhirnya jam 9 pm. Ya ikut tidur dengan mereka. -_-
Nah kenapa jadi cerita tentang mereka?
Lanjut ke nenek…
Waktu2 di rumah adalah waktu dimana pemulihan waktu tidur,
waktu makan, waktu untuk memanjakan lambung, tak jarang hari-hari pertama di rumah
merupakan hari yang paling menyenangkan untuk bermalas2an. Buat keluar rumah
aja magernya minta ampun.. Dan kalau
dalam waktu 24 jam ya masih tidak menampakkan wajah ke nenek, besoknya nenek
yang akan berjalan ke rumah Cuma untuk melihat cucunya yang belum bertandang ke
rumahnya sejak pulang dari rantau. Setiap hal itu terjadi, yang bisa saya
lakukan hanya cengar cengir malu.
Liburan yang Cuma seminggu ini dan dijanjikan tidak akan
kemana2 terlaksana. Sayangnya, meski ya gak malala
kemana-mana, malah ayah ummi yang tiba-tiba sibuk di luar perkiraan,
akhirnya selama liburan nenek sering nemenin yaya buat sekedar silaturahim ke
rumah nenek yang lain (lho..) atau sekedar ke perkuburan suku yang disana
terbaring keluarga2 dekat suku nenek, otomatis juga merupakan suku saya,
melayu. Nenek yang emang dari awal memang sudah rajin kesana, jadi makin sering
sejak kakek yang saya dan sepupu2 panggil dengan panggilan inyik dimakamkan disana. Inyik beristirahat diapit oleh 2 cucu
laki2nya. Yang satu merupakan adik sepupu saya yang meninggal diusia 1 bulan
dan satu2nya adik laki2 kandung saya yang meninggal akibat kecelakaan bermotor.
Saat di perkuburan nenek langsung mencabuti rumbut2 yang
tumbuh disekitar pusara 3 orang tadi. Otomatis saya jadi ikut membantu, namun
malunya saya setelah beberapa menit sudah capek duluan. Berkali2 curi pandang
kearah nenek tapi beliau belum terlihat kecapean dan belum ingin berhenti
sebelum matahari dhuha hilang. Duh nek….
Usia saya masih seperempat umur nenek… tapi masih kalah kuat. Saat itulah
kepikiran nenek itu wanita paling kuat yang pernah ya temui.
Nenek juga masih kuat ngasuh cucu yang lagi nakal2nya,
berlari kesana kemari, masih kuat adu urat sama cucunya yang laki2 dan masih
ABG. Porsi makanpun gak ada pantangan sama sekali seperti kebanyakan orang tua
lainya, 2 kali lebih banyak daripada saya, masih rajin jalan pagi ke rumah
saudara dan hebatnya lagi masih bisa baca koran tanpa kacamata. Gak kebayang
betapa sehatnya pola hidup nenek di masa lalu.