Satu hal yang mungkin saat itu hilang dari perhatian para petugas yang
sibuk lalu lalang di IGD. Selain pasien yang pastinya pusat perhatian di
ruangan itu, para dokter yang sibuk dengan statusnya, para koas yang lalu
lalang entah ngapain, para perawat yang bolak-balik ngeinfus, dan petugas
lainnya. Ada orang tua pasien (oh ya stase pertama saya di departemen anak,
jadi ini ceritanya lagi di IGD anak). Ada beberapa orang tua yang masuk dengan
anaknya pada senin pagi, masih ada ketika malamnya saya jaga malam, besoknya
ketika lagi di divisi emergensi orang tuanya masih ada disamping anak mereka
yang masih dalam kondisi gawat darurat.
Para dokter boleh bergadang, bertanggung jawab untuk tetap terjaga
malam itu, memastikan mereka melakukan tugasnya dengan baik sesuai dengan
profesi mereka. Para dokter boleh merasa sangat lelah karena tugas mereka
menumpuk sangat banyak, boleh jadi mereka kehabisan energi, karena memikirkan
diagnosis dan tindakan yang akan dilakukan untuk pasien, boleh jadi mereka stres
karena kehidupan pribadi mereka yang terganggu karena hampir 72 jam di rumah
sakit. Tapi ada apa dengan orang tua pasien. Mereka mungkin tidak perlu
memikirkan apa-apa yang berhubungan dengan teori macam-macam penyakit. Tidak
ada yang memaksa mereka untuk tidak tidur. Tapi apakah mereka dapat tertidur
meski dipaksa? Meski mereka tertidur akankah mereka tertidur dengan nyenyak?
Mereka mengabaikan rasa lelah dan tetap
bertahan disamping tempat tidur anak mereka. Menenangkan anaknya saat ia rewel
karena rasa sakitnya dan berharap agar rasa sakit itu dapat dipindahkan pada
mereka, agar anaknya tidak lagi merasakan sakit. Saat dokter memperhatikan
semua selang dan alat-alat yang menempel pada tubuh pasien, orang tua hanya
akan memperhatikan hela nafas anaknya yang berat dan merasakan sakit dibalik
dadanya melihat perjuangan anaknya yang menyakitkan.
Lelah memang tapi tak ada yang mengalahkan lelah lahir batin orang tua
pasien. Menyaksikan pemandangan seperti itu, tiba-tiba terbayang anak yang
sudah sehat, beranjak dewasa dan kemudian memilih untuk tidak mendengar
kata-kata orang tuanya, melupakan pengorbanan orang tuanya saat menemani mereka
yang sakit di masa lalu. Semoga di masa depan, anak-anak yang terbaring sakit
di ranjang IGD hari ini, atau yang berhari-hari terbaring lemas di bangsal
rawat inap, tetap mengingat pengorbanan dan kasih sayang ayah ibu mereka,
semoga.
#p.s terima kasih
ayah, ummi untuk setiap energi ekstra yang dihabiskan ketika saya saya sakit :’)
0 komentar:
Posting Komentar