“Langit tinggi bagai
dinding, lembah luas ibarat mangkok, hutan menghijau seperti zamrud, sungai
mengalir ibarat naga, tak terbilang kekayaan kampung ini. Sungguh tak
terbilang. Maka yang manakah harta karun paling berharganya?”
“Wak Yati tidak sedang
bicara tentang harta karun seperti yang selama ini dipahami banyak orang. Itu
bukan tentang berjuta ton batubara yang terpendam di bawah tanah kami, beribu
kilogram emas dan perak, ribuan hektar hutan-hutan sawit, itu juga bukan
tentang koin-koin emas keluarga Van Houten yang ditemukan di loteng masjid
kampung atau celengan indah naga dan peri-peri milik Nek Kiba”
“Kamilah harta karun
paling berharga kampung”
“Anak-anak yang
dibesarkan oleh kebijaksanaan alam, dididik langsung oleh keseharnaan kampung.
Kamilah generasi berikut yang bukan hanya memastikan apakah hutan-hutan kami,
tanah-tanah kami tetap lestari, tapi juga apakah kejujuran, harga diri,
perangai yang elok serta kebaikan tetap terpelihara di manapun kami berada” –
tere liye dalam serial anak mamak ‘Pukat’
Anak-anak, begitu Wak Yati menghargainya, mengikhlaskan dua
orang anaknya dan turut berbahagia dengan anak-anak lain yang selamat dari
sandera para penjajah. bukan ini bukan tentang resensi novel atau sejenisnya.
Hanya sebuah cacatan kecil mengenai stase koas selama 9 minggu menyaksikan
anak-anak keluar dan masuk rumah sakit dengan penyakit yang menawan keceriaan
mereka. Ya ini masih cerita tentang koas anak.
Masa kanak-kanak merupakan fase paling menakjubkan dari
seorang manusia. Terlebih ketika dalam kandungan bayangkan dalam 9 bulan
segumpal darah dalam ukuran mililiter tumbuh, berkembang, membagi dirinya,
berpindah dari atas ke bawah dari bawah ke atas, ketempat mereka yang
seharusnya dan kemudian lahir dengan panjang ±50 cm. Bayangkan tinggimu
bertambah 50 cm dalam 9 bulan. Kemudian lahir bayi lain yang terlalu cepat dari
yang seharusnya. Mungkin kau sebut itu prematur, mungkin bagi para dokter itu
pre term dan perlu perhatian khusus, tapi baginya itu perjuangan. Udara masih
terlalu asing untuk dihirup, paru-paru masih terlalu lemah hanya untuk sekedar
kembang kempis, hati yang bekerja keras membuang sisa darah dari ibu yang sudah
tidak terpakai lagi. Bayi baru lahir yang terengut dari kenyamanan rahim yang
melindunginya selama ini terpaksa untuk menangis namun terlalu lemah sehingga
harus diberikan stimulus terlebih dahulu. Mungkin ia akan berhari-hari bahkan
berminggu-minggu berada dalam inkubator, tapi entah mengapa setiap melihat
perut mereka yang mencekung setiap mereka berusaha bernafas disanalah
perjuangan bayi-bayi itu terlihat mengharukan.
Setelah lahir mereka masih punya 3 tahun kesempatan emas
yang menakjubkan ‘golden period’. Di sana mereka mulai belajar mengenali wajah
ibu mereka mereka, mengetahui bahwa benda berwarna merah itu adalah apel,
mengeja kata-kata, tertawa riang saat kedua kaki mereka bisa berdiri diatas
tanah. Ratusan ribu memori baru itu terbentuk, tersimpan dalam saraf-saraf otak
mereka hingga dewasa. Saat kau melihat anak-anak yang memiliki takdir berbeda.
Kesulitan menggunakan kedua kakinya untuk berdiri, kesulitan untuk menggerakkan
lidahnya meski hanya untuk memanggil mama, atau tidak dapat mengejar
perkembangannya agar setara dengan usianya.
Menyaksikan dengan mata kepala sendiri anak-anak dengan
segala kekurangan mereka, tentu membuat kami ‘para koas baru-yang baru saja
bertemu dengan kenyataan’ bersyukur berkali-kali dengan kenyataan bahwa kami
berdiri di sini, dengan semua fungsi organ yang lengkap, perkembangan yang
sesuai dengan usia, dan otak yang meski tidak dapat mengingat semua pelajaran
dengan baik dan benar tapi masih berada dalam batas normal alias dbn.
Tidak ada yang bisa memastikan masa depan anak-anak itu akan
sama seperti teman-teman sebaya, namun juga tidak ada yang bisa mengatakan
mereka tidak seberharga anak-anak yang tumbuh normal di luar sana, mereka tetap
sama berharganya. Anak-anak sampai kapan pun akan tetap menjadi harta karun
paling berharga.
0 komentar:
Posting Komentar