Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Koas anak-TAK TERGANTIKAN #intro


Sebuah simulasi kecil kehidupan yang kemungkinan besar akan saya lalui dimulai. Istilah bekennya ‘koas’, kadang-kadang pakai embel-embel ‘dek’, kalau pengen terhormat dikit bisa dipanggil dokter muda. Dimulailah perjalanan pertama di dunia klinis setelah 3.5 tahun bergerumul dengan pasien-pasien khayalan yang mempunyai nama serupa dengan diagnosis penyakit, menumpuk handout hasil tugas baca teman setutor (atau tutor orang), akrab dengan flipchart dengan tulisan ala kadarnya, dan mengasah keterampilan menghadapi pasien bohongan yang sudah di skenario, atau paling banter teman sendiri.

Sekarang, semua hapalan yang mungkin sudah lama tak diulang itu harus dibongkar lagi ketika diperlukan. Banyak ilmu klinis baru yang harus dipelajari, dilatih. Bukan lagi dengan pasien-pasien sehat, atau pasien-pasien kertas yang tidak akan rugi apa-apa kalau salah melakukan tindakan. Kehidupan rumah sakit dimulai. Rata-rata masuk jam 7 pulang jam 4, jam normal kantoran. Beberapa departemen punya gaya masing-masing, bisa masuk jam 5 pagi, atau bisa pulang jam 1 siang, atau malah pulang setelah matahari lama tenggelam.

Pernah sekali waktu, saya berada unit gawat darurat selama hampir 36 jam dan dilanjutkan 9 jam besoknya setelah sempat mengistirahatkan tubuh di kosan semalaman. Capek? Ya iyalah, semua koas memang harus merasakan pengalaman 36 jam tertahan di rumah sakit minimal sekali seminggu, meski ada akan ada waktu untuk makan, solat, mandi dan istirahat alakadarnya. Kalau denger cerita residen (dokter yang lagi ngambil program spesialis panggilanya residen),  perjuangannya lebih mati-matian lagi. Secara profesi mereka adalah asisten konsulen (dokter yang udah spesialis), dan koas adalah asisten dari residen, jadi emang koas itu adalah asistennya asisten. Tapi para residen ini yang secara langsung memberi intruksi tindakan pada pasien setelah konsultasi pada konsulennya, dan koas sedia kaki tangan untuk siap-siap asistensi ini-itu sambil curi-curi belajar dari tindakan yang dilakukan residen. Kalau beruntung bisa dapat bimbingan dari residen yang baik hati.

Setelah wara-wiri menangani pasien IGD sambil terus memantau perkembangan pasien, nah saatnya para residen sibuk dengan status-status yang harus ditulis dengan tulisan tangan, berlembar-lembar pula, mengertilah saya selain kenapa tulisan dokter makin lama makin gak jelas. Perjuangan ini yang sebenarnya sudah terlihat gak manusiawi lagi, emang harus dilakukan para dokter residen untuk profesinya. Kita para koas?  Ya mirip-mirip begitu sih, tapi masih lebih manusiawi sepertinya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar