Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

My Little Bro

My Little Bro

Yaya tidak sabar menunggu kedatangannya….
Karena bermain sendiri terlanjur membosankan…
Beberapa hal yang kuingat, sangat sering mengusap perut ummi sambil melumurinya dengan minyak kayu putih dan bedak
Tidak akan berhenti sampai ummi melarang, karena kepanasan..
Yaya menunggu adik kecil, yang nantinya akan menjadi teman bermain ya..

me and bro in the middle
Siang itu…
Yaya masih berumur 2 tahun
Terlalu kecil untuk mengerti bahwa ummi sedang berjuang antara hidup dan mati
Melahirkan adik kecil yang ya tunggu-tunggu, tanpa bantuan…
Namun bayi kecil itu tidak mau menyusahkan ummi
Dia lahir tanpa proses yang panjang….

Kata ayah setelah kelahirannya yaya sering berteriak-teriak pada semua orang
“adiak ya puitiah, adiak ya putiah”
Seakan-akan kakaknya ini ingin semua orang tau bahwa dia mempunyai adek dengan warna kulit yang lebih cerah daripada dia sendiri

Adik kecil yaya itu selalu lucu
Semua orang suka melihat tingkahnya yang menggemaskan
Banyak orang bilang ketika seorang kakak mendapat adik, ia cenderung cemburu terhadap adiknya
Mau tidak mau perhatian akan lebih tercurah pada si bayi yang belum bisa apa-apa
Namun saat itu yaya tidak sempat berpikir untuk cemburu, karena yaya juga punya alasan untuk menyukainya

Adik ya makin besar
Dia sudah memasuki taman kanak-kanak
Dia mulai mengerti cara untuk nakal dan jahil
Tapi dengan begitu dia masih tetap lucu

Wildan kecil belum dapat jajan saat masih di taman kanak-kanak
Sedang kakaknya sudah menerima 500 perak setiap hari sekolah dari ayah ummi
Merasa kasihan dengan wildan, yang belum dapat jajan (meski di TK dia selalu dapat snack)
Setiap istirahat yaya selalu menyisakan jajan dan membelikan wildan snack yang dijual di sekolah
Tergopoh-gopoh menyimpannya di bawah tempat tidur di sudut kamar …
Dan ketika klakson mobil antar jemput sekolahnya berbunyi nyaring
Makanan atau mainan kecil yang harganya tidak cukup 500 perak itu kembali ya ambil sendiri dengan tidak sabar, dan kemudian berlari keluar rumah sambil menyodorkan benda itu kea rah wildan kecil yang turun dari mobil antar jemputnya sambil berlari.
(Sampai sekarang ya masih mempertanyakan tujuan kenapa hadiah kecil itu harus disembunyikan dulu, kalau setelahnya ya harus mengambil sendiri hadiah itu.
Kebiasaan membelikan wildan hadiah kecil itu hanya berlanjut sampai dia masuk SD,
Karena kami sudah sama-sama memiliki uang jajan, (wildan sempat protes akan hal itu di diarynya yang ditulis disela-sela shalat tarawih)

Wildan suka berbagi…
Terkadang dia suka memaksa kalau yaya tidak mau menerima apa yang ingin dia berikan
Wildan tidak perlu memaksa yaya untuk mau menerima kado ulang tahunnya yang dirayakan di taman kanak-kanak
Seorang yaya yang sangat suka kado langsung terbelalak melihat tumpukan kado yang menggunung milik wildan
Ketika sampai di rumah, yaya dan wildan sibuk mengeluarkan semua kado-kado itu
Membaginya menjadi 2 bagian yang benar-benar adil
Kalau ada 6 buku gambar, 3 untuk wildan 3 untuk yaya
Begitu juga dengan sepuluh sabun, 4 pensil warna, untuk 5 crayon, 3 untuk wildan dan 2 untuk yaya
Semua mobil2an untuk wildan.
Adil seadil-adilnya menurut kami
(padahal itu kado wildan lho!!!!)
Meski pada akhirnya kado2 itu tidak benar-benar dibagi menjadi 2
Well it’s him…..

Wildan sudah memasuki sekolah dasar
Nakal dan jahilnya makin parah
Saat ya mengadukan hal itu pada ummi, ummi selalu berujar
“ada masanya dia bisa membedakan baik dan buruk, tunggu dengan sabar dan do’a ya nak”
Tapi bagaimanapun dia, wildan tetap my lovely only brother
Bahkan ketika lengan kirinya dislokasi gara-gara main sama temannya di sekolah
Yaya untuk pertama dan terakhir kalinya sampai saat ini, merasakan perasaan seakan-akan mau pingsan saat melihat tangannya yang lunglai.

Yaya mengenal beberapa karakter wildan
Dia punya potensi jadi leader,
Dia agak sensitive untuk ukuran cowok
he always keep something special and something hurt in deep of his heart
Dan sayangnya dia tidak mau diperlakukan sebagai my little bro lagi
I’ve grow up, sis!’ u told me that

Selepas SD, berdasarkan bujuk rayu ummi selama 1 tahun sebelum dan izin ayah
Yaya memulai karir sebagai siswa asrama
Berpisah dengan rumah, berarti jauh dari ayah, ummi dan wildan
Ayah masing sering ke pesantren (sekolah ya saat itu), ummi tidak sesering ayah, apalagi wildan
Dia prefer menghabiskan waktu bersama kartun-kartun rcti dan game dari computer dari pada menghabiskan waktu selama berjam-jam di atas mobil
Semenjak itu, yaya tidak terlalu tahu perkembangan my little bro, seperti dulu…

One year later…
Wildan got the same school with me..!
Artinya jarak kita berdua tidak sejauh dulu…
Tapi entah kenapa yaya sering gagal mendekatinya..
Disana dia belajar banyak hal
Selain agama, pengetahuan umum, dan skills lainya yang gak bakalan ada di sekolah umum biasa…
he with his proundly jacket
Dia juga belajar untuk membenci, tidak menerima, mulai tidak menyukai banyak hal, takut terhadap pandangan teman-teman, membalas ejekan dengan membenci sekitarnya, menunjukkan sikap perlawanan setiap ayah ummi berkunjung…
What happen my little bro…
How much do u hurt there?
Why we differ to face this way…
Me feel bleesed for everything that I’ve passed there..
How bout u?
It’s hurt u very much..
Sorry for not understanding  u as much as u need…
Sorry for my undercapability to teach u how to see this world
With smile……….
But I do really love u

3 tahun disana..
Wildan masih adik kesayangannya..
Yang masuk dalam jajaran juara kelasnya
Yang bahkan mempunyai fans di komplek sebelah (santriwati)
Masih dengan kenakalannya sebagai anak SMP
Dan segenap kecemasan yaya bahwa dia tidak bisa mengimbangi pergaulan yang keras disana

Wildan my lovely bro
Ingin mengikuti kakaknya bersekolah disalah satu SMA favorit provinsi kami
Dia pernah kesana menikmati suasana alamnya yang menyenangkan..
Dan mengungkapkan dengan enggan dari mulutnya bahwa dia ingin sekolah disana
Meski hatinya berapi-api mengatakan ingin..
Melalui proses yang berat dan melelahkan untuk mendapatkan kursi disana
Proses yang membuatnya berharap banyak
Namun the hardest time when he knew that he can’t get a seat there
‘coba telfon wildan, kayaknya dia down ya’, pesan ayah saat itu…
sedih itu merayap sampai ke relung-relung hati terdalam…
Ya berharap wildan disini..
Memperbaiki karakter dan sifatnya
Masuk dalam lingkaran ukhuwah penuh rasa sayang dan perjuangan
Namun Allah telah memilihkan jalan terbaik untuknya
Parahnya lagi, sebelumnya yaya pernah memanas-manasinya dengan banyak hal agar dia mau masuk ke SMA yang sama dengan ya

Wildan masih jera dengan penolakan itu,
Namun mulai melupakannya setelah beberapa bulan menikmati sekolah barunya
Belajar dengan cara baru dan berbeda dengan sebelumnya
Mulai aktif ini itu, beradaptasi dengan caranya, dan sering bergesekan dengan ayah ummi dengan ego remajanya, setelah 3 tahun jarang bertatap muka

Ah… adikku yang lucu masih tetap lucu..
Masih tetap my beloved bro…
Dan yaya masih jauh darinya bertambah jauh malahan..
Ada nada canggung dalam suaranya dalam telfon..
Terlalu sering dia menolak menjawab telfon dengan alasan sibuk..
Sibuk nonton, sibuk makan, sibuk mau main kesana-kesini, ngantuk,, dan blablabla lainya
Sepertinya dia memang sedikit meniru karakter ya yang sering menolak telfon yang disodorkan ummi
(entah kenapa ummi sering menyodorkan telfon ketika beberapa kerabat menelfon, ya menolak mati-matian karena merasa tidak ada yang perlu dibibcarakan)
But, oh come on bro….this is u’r sister talking!!!

Meskipun sekali-kalinya yaya dan wildan ngomong di telfon
Kami adu mulut sampai telefon di putus dan akhirnya wildan minta maaf 5 menit kemudian melalui sms
Ya kita masih sering bertengkar
Kadang kakak ingin bertanya kapan kita benar-benar dewasa
……
Berharap bisa mengerti cara pikir wildan yang sering kakak anggap salah
Berharap wildan bisa mengerti cara berpikir kakak yang sering wildan anggap aneh…

My little bro… always be the shiny star on u’r own sky…
Listen to life surrounding u, life will teach u everything
Keep u’s self on the true pathway
Keep u’r best attitude to our ayah ummi
Keep to say thanks to our god… in all way u can do…



(kutipan dari surat yang ya kirim sama buku tere liye ‘ayahku ‘bukan’ pembohong’ untuk adikya tercinta)
Untuk adik yang paling kakak sayang…
Setiap ayah mempunyai cara sendiri-sendiri untuk mendidik anaknya, namun selalu mempunyai keinginan yang sama. Kebahagiaan dan kesuksesan anak-anaknya dunia akhirat
Tidak ada ayah yang sempurna di dunia, setiap ayah mempunyai kekurangan dan kelebihan. Jadikan kelebihannya sebagai contoh, pelajari kekurangannta sebagai acuan, wildan tidak akan menirunya di masa yang akan datang. Lebih baik kalau wildan mampu mengingatkan dengan cara yang tepat, tanpa menyinggung hatinya. Meskipun begitu rasa sayangnya dipastikan jauh leibh besar dari kekurangannya
Jadikan kekurangan diri sendiri sebagai kekuatan dan jadikan kelebihan diri sendiri sebagai kebanggaan
Kebahagiaan tidak datang dari materi,manusia, atau apapun kecuali dari dalam hati masing-masinm oleh karena itu seseorang dapat berbahagia dengan 1 hal dan bersedih dengan hal yang sama, tergantung bagaimana hatinya memilih
Jadikanlah hari selalu berbahagia untuk semua yang wildan dapatkan, dan yang akan dan lalui. Karena kebahagiaan adalah lambing kesyukuran dan merupakan nikmat yang menyenangkan
Cari dan nikmatilah segala sesuatu yang halal, baik itu harta, makanan, nilai, sebuah proses, bahkan cinta. Karena sesuatu yang halal merupakan berkah yang akan membimbing ke jalan menuju syurga dan segala sesuatu yang haram hanya memberikan nikmat semu, dan menutup hati dari kebaikan.
JADILAH YANG TERBAIK YANG BISA WILDAN LAKUKAN
JANGAN JADI YANG TERBAIK YANG ORANG LAIN BISA LAKUKAN
KARENA HIDUP ITU PUNYA WILDAN DAN WILDAN YANG AKAN MENJALANINYA
TAPI TETAP JAGA LANGKAH WILDAN DALAM JALAN-JALAN KEBENARAN AL QURAN DAN HADIST AGAR TIDAK TERSESAT MENGGAPAI SYURGA DUNIA AKHIRAT
JANGAN PERNAH BERJUANG UNTUK MENJADI YANG TERBAIK
KARENA SYURGA BUKAN UNTUK ORANG-ORANG YANG MALAS  (u’r sister who always wish u happy )














  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

it just dust not a star yet #2

Kembali ke antrian yang yaya tinggalkan berapa saat, kembali bertemu dengan beberapa orang yang sempat berkenalan sebelumnya.
                “Ya, kenalkan ini Vina, dia dari Pariaman”, seorang teman yang baru ya kenal mengenalkan temannya yang juga baru dikenalnya kepadaku.
                “Hai”, sapa anak itu ramah, dia duduk di atas meja sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
itu dia si vinna, duduk di meja
sambil mengoyang-goyangkan kakinya
                “Hai, Yaya”, jawabku, sambil menanyakan hal-hal dasar seperti saat berkenalan dengan teman-teman yang lain. Seperti sekolah asal, hmmm sepertinya hanya sekolah asal….
                “Ya, punya seragam cadangan gak?”, Tanya Vina ketika itu, Yaya baru sadar ternyata vina tidak menggunakan seragam , padahal saat wawancara, harus menggenakan seragam. Dan karena memang tidak membawa seragam cadangan, yaya hanya bisa menggeleng.
                “kalau kita tukeran mau gak?”, tawarnya santai
                “Huh?”, hampir saja ekspresi kaget itu mencuat di air muka ya.  ‘tukeran?? Emang sih dulu di pesantren pinjam meminjam baju adalah hal yang biasa, namun tukeran baju yang lagi dipakai, ya belum berniat nyoba’ otak ya tiba-tiba sibuk mencerna kata-kata barusan, mengenai efek fisiologis, sosiologis, dan patologis yang mungkin muncul apabila kejadian tadi.
                Masih dengan tampang bego’ ya belum bisa memberikan jawaban yang pasti.
me and vinna after one year
                “engggg,,, ya juga belum selesai wawancara, nih”, jawabnya ragu, padahal itu alasan paling bagus dan jujur. Sip. Gadis itu mengangguk dan mencari korban lain. Ada sedikit rasa bersalah di hati Ya, bagaimana kalau dia tidak diizinkan masuk, cuma gara-gara gak make seragam. Duh serasa makan buah simalakama.
                Begitulah, rentetan wawancara itu berlangsung tidak menyenangkan karena antriannya yang makin lama makin serabutan, karena ada teman-teman yang mulai menangis karena waktu pendaftaran sudah mau ditutup, sudah ngantri dari pagi tapi nasib belum berbaik hati padanya, bukan karena proses wawancaranya karena yang mewawancara itu Pembina asrama yang baik-baik.
                Jam 4 sore. Waktu habis…..
                 Ya belum tes kesehatan dan wawancara psikotes. Saat wawancara psikotes, giliran di depan mata, tapi waktu keburu habis, dan pewawancaranya keluar dari ruangan diiringi tatapan nelangsa murid-murid. Murid yang terakhir di wawancarai memakai tas hijau dan menangis saat diwawancara, dia mempunyai kembaran yang duduk berbagi kursi dengan ya. ya tidak terlalu mempedulikan kembarannya yang memasang tampang gusar di samping ya, karena terlanjur nelangsa menyaksikan pewawancara melangkah pasti keluar.
                “berapa test lagi yaya yang belum selesai, nak”, tanyak ayah.
                “dua”, jawabku manyun dan lemas, karena harus kembali lagi ke tempat ini besok pagi bayangan perasaan mual saat melewati kelok44 kembali melintas.
                “Tes apa aja yang belom”, Tanya ayah lagi.
                “Kesehatan dan wawancara psikotes”, jawab ya lagi, terbayang masa-masa suram berebut antrian saat di tempat tes kesehatan. Antrean disana sangat beringas di penghujung waktu. Desak-desakkan seperti pembagian sembako yang tragis itu lho, ditambah ada sekelompok murid dengan pakaian batik yang seragam, berusaha sibuk merayu petugas agar antriannya dimajukan.
                Dan saat itu keajaiban terjadi, ayah menarik yaya ke ruangan tes kesehatan, membujuk dokter yang disana yang sudah kucel dan kecapean memeriksa kesehatan peserta yang mendaftar untuk jadi salah satu siswa disana. Meski awalnya tidak mau, tapi gak tau gimana akhirnya yaya berhasil juga tes buta warna, berat, tinggi, dan mendapatkan kertas bukti tentu nya, that the best part.         
                Begitu juga dengan psikotes, meski gak ingat dengan wajah guru yang jadi pewawancara, dengan berani dan ditemani ayah dan ummi tentunya , yaya mencari wajah guru yang mewawancara ke kantor guru. Dan setelah ayah mengobrol beberapa menit akhirnya guru itu bersedia mewawancarai yaya. Yesss…
                Dari semua pertanyaan guru itu, ada beberapa yang ya ingat, begini cuplikannya.
Pewawancara: anda ingin masuk ke SMA ini, keinginan sendiri atau orang tua?
Saya: orang tua. (saking polosnya, karena emang masuk ke SMA awalnya emang bujukan orang tua, yaya dari awal belum mau pindah dari pesantren)
Pewawancara: (ngangguk) tapi apakah anda terpaksa?
Saya: gak (emang gak, gak tau kenapa)
Pewancara: (ngangguk-ngangguk lagi, heran deh doyan amat ngangguknya) anda bercita-cita  mau jadi apa?
Saya: hmmm… (ini nih yang perlu mikir, saya belum tau mau jadi apa nih… pilih yang keren deh), jadi dokter, buk
Pewawancara: di universitas mana?
Saya: universitas kedokteran, buk (saat itu saya masih tidak tau beda universita sama fakultas)
Pewawancara: maksud ibu, kedokteran dimana? (kayaknya gurunya mulai keki deh, mana udah sore yang ditanya lemot lagi)
Saya: kedokteran ITB, buk (jawabanitu terdengar mantap keluar dari mulut ya. kayaknya ITB keren, pernah denger)
Pewawancara: tapi di ITB gak ada kedokteran, sayang….. (jawab guru itu, kali ini dengan wajah menahan senyum)
Saya: oh ya? (dengan ekspresi datar)

Andai saja yaya tahu, kalau jawaban yaya terlalu konyol untuk SMA yang berbasis perguruan tinggi ini, pasti yaya udah malu duluan, tapi sudahlah. Yang terpenting, proses melelahkan ini selesai.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

just me, not aldebaranIQ yet #1




Padang Panjang? Siapa bilang aku mau ke kota itu, terlalu jauh…. Meski sudah merantau selama 3 tahun ke kota Padang, kota itu adalah kota kelahiran ayahku. Lagipula ayah sering pergi ke padang apakah untuk urusan dinas atau keluarga, dan yang paling penting untuk perjalanan ke Padang tidak akan membuat perutku mual karena tidak ada belokan sekaligus tanjakan yang berderet sepanjang perjalanan.
                Tidak seperti ke Padang Panjang, bukannya tidak menghargai pekerjaan rodi dan romusha yang merampungkan jalan yang melintasi bukit itu dengan bergadai nyawa, namun aku memang tidak menyukai perasaan mual ketika mobil mulai mendaki berbelok tak henti selama 1 jam. Terlebih lagi dengan palang-palang yang menghitung jumlah kelokan itu sebanyak 44 itu berbohong. Bukan 44, tapi lebih dari seratus kelokan.
                “Nak, coba dulu…. Ummi tak akan memaksa Yaya mau masuk mana, itu pilihan Yaya. Kalau Yaya lulus, paling tidak yaya bisa membawa nama sekolah yaya ke dunia luar, ummi dengar sekolahnya bagus lho, nak”, bujuk Ummi saat itu. Yaya heran kenapa wanita yang paling yaya sayangi itu sangat pandai dalam hal membujuk dengan segala cara, walhasil yaya coba ikut tes.
                “Janji ya, kita disini sampai tamat SMA, nggak ada yang pindah ke sekolah lain, trus kita ke mesir sama-sama”, kata-kata itu diucapkan dari mulut Tiva teman SMP yaya yang juga disebut sebagai pesantren. Yaya pun mengiyakan kata-kata itu dan mengucapkan hal yang sama di lain waktu.
                “Yaya, bangun kita sampai”, yaya tidak tau itu suara siapa, namun berhasil membangunkan Yaya dari alam mimpi, setelah perut dan kepala Yaya diaduk-aduk oleh jalan yang dinamakan kelok44 tadi, masih menyisakan perasaan mules dan pusing. Syukurnya Yaya tidak sempat mengeluarkan cairan dari lambung melalui mulut, dengan nama lain muntah atau vomiting seperti yang dilakukan oleh Ummi dan Wildan, adik ya satu-satu nya.
                Agak terhuyung ya turun dari mobil, dan memperhatikan lingkungan sekitar Ya, hijau dan biru. Penuh dengan pepohonan dan susunan bangunan tua yang berwarna biru, di depan bangunan biru itu terdapat papan bertuliskan. “ BANGUNAN CAGAR BUDAYA BEKAS SEKOLAH BELANDA NORMA SCHOOL”
                “Lho, Yah, katanya mau ke ke SMA yang ayah bilangin kemaren, kok jadi ke museum?”, Tanyaku bingung.
                “Ini dia sekolah yang ayah maksud, ayah dulu pernah kesini, berkunjung ke tempat teman lama Ayah, Yuk kita lihat-lihat sekitarnya dulu”, ajak sambil berjalan mendahului Yaya yang bengong di tempat.
                “Apa? Ayah mau nyekolahin Yaya di museum? Emangnya ayah mau jadiin Yaya pegawai museum apa?”, pikir yaya bingung. Sepertinya saat itu otak yaya memang belum terlalu bekerja maximal sebagai efek mual dari perjalanan tadi, lagian seharusnya yaya nggak tidur paling nggak buat mastiin papan nama yang bertengger di depan pagar komplek bangunan itu tidak bertuliskan “MUSEUM BANGUNAN BELANDA”.
                Dibagian belakang bangunan itu ada lorong berlantai ubin, dengan tonggak-tonggak kuno berwarna biru, masih dengan coraknya yang tidak biasa ya lihat. di depan lorong itu, seseorang pria ‘agak gemuk’ terlihat sibuk memperbaiki  sesuatu menyerupai menara sinyal Telkom namun lebih pendek, yang di kemudian hari Yaya tau itu adalah pemancar sinyal WiFi.
                “Pagi pak…. Hmmmm”, sapa ayah ya seakan-akan ayah sudah mengenal bapak itu sebelumnya, atau sepertinya hanya asal menyebut nama seseorang agar terlihat seperti akrab.
                “Bastian, Pak, ada apa, Pak”, jawab pria itu ramah. Dia mempunyai kumis yang cukup lebat, dengan postur tubuh dimana terdapat tumpukan lemak di beberap daerah tertentu terutama pada bagian abdominal (perut_red), memakai topi berwarna hitam, dan memegang cangkul. Yaya yakin pria itu bukan petani yang nyasar ke bangunan bekas Belanda itu. Dan ternyata benar, lelaki yang bernama Pak Bastian itu, salah satu dari staf pengajar di sekolah, calon sekolah yaya itu. Sekolah yang bernama SMA Negeri 1 Padang Panjang. Ada rasa syukur terselip, karena ternyata calon sekolah Yaya bukan museum meski bergelar cagar budaya.
***
                Hari kedua pendaftaran bagi calon murid baru dibuka, yaya datang pukul setengah 10, tidak terlalu terlambat pikir ya.
                “Jadi harus mulai dari mana, Mi?”, Yaya mengadah kea rah Ummi, berharap agar dia membantu yaya dalam mengurus urusan admistrasi yang terlihat membingungkan di depan mata Ya.
                “Yaya sudah tamat SMP kan? Jadi urusan begini harus diselesein sendiri, Ummi tunggu sini, kreatif dikit dong, Nak”, jawab Ummi dan Ayah.  Sambil menujuk ke arah tempat registrasi di salah satu ruangan.
                Ok, ya tahu ya harus belajar untuk mengurus ini sendiri. Tapi Ya bingung benar-benar tidak tahu harus mulai dari mana. Sebenarnya ini bukan hal yang terlalu rumit, sebab banyak dari teman-teman seusia Yaya yang datang hanya dengan teman-teman  mereka. Tidak di dampingin oleh seluruh anggota keluarga seperti yang terjadi pada Yaya.
                “dari SMP 3 Lubuk Basung”, samar-samar terdengar suara seseorang menyebutkan nama yang sangat ya kenal. OK, ya tidak tahu SMP 3, tapi ya tau Lubuk Basung, rumah Ya, kampong halaman ya.
                Tapi Yaya tidak bisa melepaskan rasa canggung. Kalian harus tahu, kalau sebelumnya Yaya berada di pesantren, yang semuanya telah diurus oleh ustadz dan ustazdzah disana. Tidak ada urusan administrasi, atau hal-hal lain yang harus saya pikirkan sebelum mengikuti suatu kegiatan. Yaya tidak pernah mengurus pendaftaran ulang saat kenaikan kelas, tidak pernah mengurus proposal untuk mencari dana dan izin untuk sebuah kegiatan, semuanya telah terorganisir, dan kami hanya tinggal menerima.
                “Pelajaran kehidupan”, gumamku asal, berusaha memberi semangat pada diri sendiri. Ikut mengambil antrian untuk menjalani beberapa wawancara. Ada 3 test wawancara disana. Inggris, asrama dan baca alqur’an. Hanya 3 buah test, dan yaya tekankan sekali lagi, hanya 3 buah test, tapi ternyata sampai siang datang, belum satupun test yang ya lalui.
                “dari SMP 3 Lubuk Basung”, samar suara seseorang terdengar asyik bercakap dengan temanya. Okey, yaya tidak kenal SMP 3, tapi Lubuk Basung, itu tempat tinggal yaya, tempat Yaya bermain. I got it! A new friend !!!!
                “Dari Lubuk Basung, ya?”, serobotku sebelum dia pergi, gadis itu mengangguk dan menanyakan hal yang sama. Tentu saja jawabannya adalah ‘iya’.
                “Tapi SMP-nya di Padang”, sambungku semangat, menemukan teman bercakap di tempat asing ini, sekaligus membakar kebosanan ngantri yang tidak kunjung maju.
                “Widya”, katanya sambil mengulurkan tangan
                “Yaya, salam kenal”, jawabku membalas uluran tangannya, dan berbagi senyuman tipis.
                Pada hari-hari biasa, seharusnya jam segini azan dzuhur sudah berkumandang, tapi sekarang hari jum’at. Azan berkumandang setelah khubah jum’at selesai. Ummi memberi kode bahwa sudah waktunya melepas kejenuhan dengan berwudhu’ dan sholat. Yaya meninggalkan antrian, belum satupun ruangan yang berhasil ya masuki. Pasrah….
                “Nak, jaga waktu sholat, ya, jangan lalai, bagaimanapun lingkungannya nanti, yaya harus teguh menjaga sholat”, pesan Ummi siang itu. Pesan yang selalu disampaikan oleh kedua orang tuanya dalam telepon, ketika akan pergi dalam jangka waktu yang cukup lama, atau setiap mendatangi pesantren. Dan yaya hanya mengangguk mengiyakan seperti biasa.
                Setelah shalat, dan makan nasi soto di salah saru kedai di luar lingkungan sekolah. Saat itu yaya merasa lapar dan lelah, namun tetap saja kosong, tempat ini begitu asing, dan yaya harus kembali menjauhi ayah, ummi, bahkan ke tempat ini, tempat yang jarang dikunjungi ayah, apalagi ummi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

UMMI...

Ummi...
dulu ya pernah menyangka Ummi tidak tahu banyak tentang ya...


"bagaimana mungkin bisa?" tanya akal ya yang berpikir pendek, "hanya 12 tahun saya berada disamping Ummi secara penuh, selebihnya rumah hanya menjadi tempat tinggal kedua setelah asrama.
saya terpisah dengan Ummi sejauh jarak tempuh 3 jam perjalanan, hanya mendengar suaranya paling sering 1x seminggu melewati telepon yang makin lama makin jarang....


"saya tidak tumbuh remaja disamping Ummi, melalaui lebih banyak waktu bersama teman-teman sekolah, dari SMP, hingga SMA, bahkan semakin lama, jarak tempuh rumah dan tempat ya berada semakin jauh, ya tidak bisa pulang 1x sebulan seperti biasa, sekarang hanya bisa 1x 6bulan..."


"yaya pasti suka pakaian ini, cocok lhooo!", kata Ummi ketika membelikan ya sebuah baju, seperti biasa  ya langsung menolak(???), kekeuh bahwa baju ini bukan tipe baju kesukaan ya meski kata ummi cocok....karena saking seringnya yaya menolak baju yang Ummi belikan, ummi sampai kapok kalau membelikan pakaian kalau bukan yaya yang memilih sendiri...
namun, herannya hampir semua pakaian yang ummi pilihkan jadi pakaian favorite yang ya pake kemana-mana, sampai pakaian itu hancur dan tidak layak pakai lagi, meski gak semua yang ummi beliin yang jadi pakaian kesukaan ya, tapi the most of them!!


kebingungan pertama "bagaimana mungkin Ummi lebih tahu pakaian kesukaan ya dari pada yaya?"


"dont be like that my daughter!", bisik Ummi ya pelan, ketika ya merasakan ada kesal dalam hati yang kecil itu tehadap suatu...
Ya menatap Ummi dengan pandangan "Ummi kok bisa tau?", 


secara, selama ini hidup bersama dengan teman-teman, makan bersama, mandi bersama, belajar bersama, bermain bersama, ke pasar bersama, ke mesjid bersama, tapi tidak satupun dari mereka yang bisa menebak apa yang ya simpan dalam hati kecil ya.... "of course because u're my daughter".... sedalam itukah perasaan seorang ibu??? seorang ummi???


masih banyak hal menarik lainnya yang yaya temukan, bagaimana ummi lebih mengetahui karakter putrinya ini. dan kemudian yaya hanya berujar "Hah, emangnya yaya kayak gitu ya mi?", tanya yaya kaget.. sambil kembali memikirkan prilaku ya selama ini, karena selama ini teman-teman tidak pernah memberikan komentar serupa (di lingkungan asrama yaya dulu kita bisa tau bagaimana cara teman memandang kita) dan tebaklah,,, Ummi lagi-lagi benar....


Ummi....
ternyata ya salah besar....
mengira ummi tidak terlalu mengenal ya...
sekarang yaya bahkan mengira ummi memasang CCTV di kamar ya, atau menyewa mata-mata untuk menyelidiki yaya, sebab tebakan ummi ditelpon hampir selalu benar...


"lho kok begadang sayang? ngerjain tugas apa? kok harus begadang selama itu,, memangnya pas lagi begadang selain ngerjain tugas ada selingannya gak? kayak baca, novel, main game,........" dalam hati lagi-lagi ya berujar.."kok ummi tau sih?"


sampai sekarang, yaya masih belum mengerti indra apa yang membuat ummi mengerti yaya jauh daripada diri yaya sendiri, mungkin itulah yang disebut firasat seorang ibu.... or whatever


Ummi.... yaya sayang ummi karena Allah, semoga Allah juga menyayangi ummi seperti ummi menyayangi yaya..
Aamiin....


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

cerita lama...... tapi baru diupload


Finally …. I Touch him…!!!


Nah ini kisah tentang anak baru masuk kuliah….
Kebetulan tuh anak diterima di fakultas kedokteran disebuah tempat jauuuuuhhh di negeri seberang Selat Sunda…..
Nah setelah melewati segala tetek bengek kegiatan sebagai mahasiswa baru… tuh anak memulai kegiatannya sebagai mahasiswa kedokteran yang sesungguhnya…. Cihuyyyyy…
Di fakultas yang kebetulan memberikan nomor NPM pada tu mahasiswa, menggunakan satu system lecture, tutorial, skill’s lab, dan lab activity…. Dan semuanya berhubungan dengan bekal menjadi seorang dokter….
Terkhusus pada bagian skill lab… itu pelajaran yang benar-benar mengajarkan kemampuan dasar bagi seorang dokter untuk berpraktek dengan benar….
Dan pelajaran pertama hari itu adalah vital sign… hmmm kayak memperhatikan kondisi tubuh seseorang secara fisik hmmm yang diperiksa itu kayak kuku, rambut, kulit, hmmm pokoknya bagian surface tubuh lah…..
Karena berhubung ini pelajaran pertama… dalam benak yaya nggak mungkinlah langsung di praktekin ama pasien hidup yang masih bernafas… ya paling gak Cuma ngomong sama patung atau sejenisnya….
Dan jreng-jreng…….
Seseorang muncul dengan bingung ke ruangan skills…
Teman-teman pada ribut… bukan karena tampangnya tapi karena penampakan tuh makhluk member isyarat kalau kita bakalan memulai latihan menjadi dokter-dokteran dengan manusia asli, yang bisa jalan, makan, idup lagi … bagaiman ini…….??
Yup begitulah, pasien itu masuk dan duduk dengan grogi di depan anak-anak yang pada was-was, kalau mereka menjadi yang pertama tampil dan memeriksa pasien boong-boongan itu. But if safe karena pak ketu-nya tutor B1 yang selalu siap jadi tumbal…. Maju ..
Dan….. sampailah giliran saya yang ternyata paling terakhir… karena berharap diselamatkan oleh waktu dan tidak harus memeriksa pasien boong-boong-an itu…
Tapi ternyata tidakkkkkk,,,
Waktu menyuruh saya untuk tetap berlatih,,, karena menjadi seorang dokter tidak semudah membaca buku, kau harus berlatih, meski membiarkan tanganmu menyentuh tangan pasien yang sebenarnya tidak sakit, dia tidak butuh seorang dokter apalagi mahasiswa tahun 1, but I need that patient…! Kalau saya ingin menjadi dokter yang baik… itu kata dokter Vita, dokter skills lab yang kadang-kadang duduk mengevaluasi kami menggantikan dr. Achaniyadi….
Hmmm… ok…
Saat itu saya maju ke depan, berusaha untuk tampil percaya diri sambil berulang—ulang menjampi diri sendiri dengan mantra  ‘ini hanya latihan bukan ujian, kau tidak perlu takut salah Yaya, karena kalau kamu salah dokter didepanmu akan membenarkanmu tidak membiarkan kamu melakukan kesalahan yang sama dengan pasien beneran nanti
Sip… bismillah..
“selamat siang.. perkenalkan nama saya dr.Ghaniyyatul Khudri…………..”
Yep, hapalan beberapa menit yang lalu keluar dari mulut saya berikut dengan gerakan mencubit kulitnya untuk merasakan keaadaan turgor kulitnya, memperhatikan kuku tangan dan kakinya untuk melihat warna ada tidaknya lesi dan merasakan rambutnya untuk melihat distribusi, warna dan gestur rambut si pasien boong-boongan….  ….a ….a… Finally I Touch Him….
Hmmm… emang sih ketika berada di depan pasien berlagak seakan-akan saya dokter beneran, dan meskipun nyentuh tangan yang bukan mahrom,,, saya nggak bereaksi seperti yang saya bayangkan.
Habis… kan nggak lucu kalau ada dokter yang pas lagi meriksa pasiennya tiba-tiba narik tangannya dan bilang “pak , maaf bukan mahrom… kita tunggu dokter laki-laki dulu ya..”. gubrak keburu epilepsy tuh pasien…
But.. ini beda … pasiennya gak bakalan ayan, muntah, apalagi koit kalau nggak saya periksa. Orang dia masih idup kok.. ya…palingan kalo emang udah takdirnya harus koit disana…
Tapi karena saya tahu apa yang akan dokter di depan saya katakan, dan apa yang saya lakukan adalah untuk keselamatan pasien saya di masa yang akan datang, untuk pertama kalinya saya menyentuh lelaki yang bukan saudara saya apalagi mahrom
Karena  grogi dan takut salah, saya sempat melupakan jenis kelamin pasien boongan itu tapi tetep ajeeee.. pas pemeriksaan fisik saya hanya mencubit dikit tanpa terlalu focus pada tekanan turgornya dan menganalaisis seperti yang dikatakan oleh teman-teman saya….

And the last word is…
MAAF YA… LAIN KALI SAYA USAHAKAN LEBIH PROFESIONAL INSYAALLAH

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS